Kehidupan Sosial Dan Politik Kerajaan Majapahit


Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :

a. Prasasti Butok (1244 tahun)

Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan

Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit

b. Kitab Pararaton, menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit

c. Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.

d. Kehidupan Politik

Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 – 1381, Majapahit telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.

Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan ulung juga sebagai politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat pemerintahan Majapahit :

1. Raja

2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)

3. Rakryan Mahamantri Katrini

a. Mahamantri i-hino

b. Mahamantri i –hulu

c. Mahamantri i-sirikan

4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran

a. Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi)

b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan)

c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)

d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler) dan

e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)

5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati.

Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur.

e. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan. 

Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat (strata) yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.

Keberadaan kerajaan Majapahit ditopang oleh sektor pertanian dan perdagangan. Dengan demikian berarti kerajaan Majapahit adalah kerajaan agraris dan maritim. Di sektor pertanian padi dan hasil pertanian lainnya merupakan tulang punggung perekonomian kerajaan. Pedagang asing yang datang ke Majapahit berasal dari Campa, Khmer, Tahiland, Burma, Srilangka, dan India. Mereka tinggal di beberapa tempat di Jawa dan beberapa di antara mereka ditari pajak oleh pemerintah kerajaan. Komoditi negara asing yang dibawa ke Majapahit adalah sutera dan keramik China, kain dari India, dan dupa dari Arab. Barang-barang tersebut ditukar dengan rempah-rempah dan hasil pertanian lainnya. Sekitar tahun 1949 M terdapat dua jalur pelayaran dari dan ke China(Grace Wong, 1984), yaitu jalur pelayaran barat dan jalur pelayaran timur. Jalur pelayaran yang sering digunakan pedagang jawa adalah jalur pelayaran barat, meliputi Vietnam-Thailand-Malaysia-Sumatera-Jawa-Bali-Timor. 

Barang-barang yang diperdagangkan adalah

1. Barang kebutuhan hidup sehari-hari

Berupa bahan makanan, hasil bumi, binatang (ternak, unggas, dan ikan), dan bahan pakaian.

2. Barang produksi kelompok pengrajin

Terdapat kelompok pengrajin (pengusaha) di kerajaan Majapahit yang disebutkan dalam prasasti paramiça, barng yang dibuat antara lain tembaga(dyun), keranjang dari daun kelapa (magawai kisi), payung (magawai payuŋ wlu), upih (mopih), barang anyam-anyaman (manganamanam), kapur(maŋhapu). Terdapat juga pengrajin lak/perekat, tali, warna merah, arang, jerat burung,dan alat penangkap burung.

3. Barang komoditi internasional

Komoditi yang diperdagangkan adalah merica, garam, rempah-rempah, mutiara, kulit penyu, gula tebu, pisang, kayu cendana, emas, perak, kelapa, kapuk, tekstil katun, sutera, belerang, dan budak belian.

Mata uang yang digunakan pada zaman Majapahit awal adalam mata uang kepeng dari China. Untuk mendapatkannya Majapahit mengimport mata uang dari China, uang tersebut berasal dari dinasti T’ang (618-907), Song (960-1279), Ming (1368-1644), dan Qing (1644-1911). hal ini terjadi karena China banyak mengomport merica dari Majapahit, sehingga banyak mata uang kepeng yang mengalir ke Majapahit.

Pusat perdagangan di kerajaan Majapahit adalah pasar yang biasa disebut pkan atau pkěn. Selain perdagangan salah satu sumber kerajaan adalah pajak. Berdasarkan sumber-sumber yang tertulis, ditemukan lima pokok bahasan yang berhubungan dengan perpajakan, yaitu pajak dan pembatasan usaha, objek pajak dan kriteria pemungutannya, mekanisme pemungutan pajak, alokasi hasil pemungutan pajak, dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pemungutan pajak. Pihak kerajaan mengadakan pembatasan usaha terhadap segala jenis benda yang bebas dari pemungutan pajak kerajaan agar hak pembebasan pemungutan pajak kerajaan tidak menjadi tanpa batas. 

Pajak terdiri dari pajak tanah, pajak usaha, pajak profesi, pajak orang asing, pajak ekspoloitasi Sumber Daya Alam. Pemungutan pajak dilakukan oleh petugas pemungut pajak.

Ekonomi Majapahit sebagaimana ekonomi kebanyakan kerajaan di Jawa bertumpu pada kegiatan pertanian, ini terlihat dari pusat kerajaan Majapahit yang juga terletak di pedalaman. Namun jika dilihat lebih jauh Majapahit ekonomi Majapahit juga ditopang oleh perdagangan. Kombinasi kedua unsur ekonomi ini memberi kekuatan bagi Majapahit, yang juga menjadi sifat Jawa sebelumnya, yaitu kekuatan demografis.

Pertanian di Jawa sangat menjadikan masyarakat Jawa terikat pada institusi desa yang terikat dalam jaringan yang disebut wanua. Institusi inilah yang kemudian menggerakkan jalannya perdagangan dengan pihak luar. Dalam hal ini perdagangan lebih didominasi oleh perdagangan hasil pertanian pokok. Jaringan pasar lokal antar wanua ini sering disebut sebagai pkên.

Pertanian Jawa sejak sebelum Majapahit sangat kuat. Ini terlihat dari dibuatnya Borobudur beberapa abad sebelumnya yang mengindikasikan pertanian Jawa dapat mencukupi pekerjaan missal tersebut. Selain itu pada masa Majapahit di Jawa juga terdapat beberapa candi yang dibangun. Kekuatan demografi ini juga mendukung kebijakan ekspansi yang dilakukan oleh Majapahit.

Kekuatan demografi ini terlihat sangat besar jika kita membandingkan Jawa pada masa Majapahit dengan luar Jawa. Semananjung Malaya pada abad 14 memiliki penduduk sebanyak 200 ribu saja, seukuran kota kecil masa kini, sedangkan Jawa pada saat yang sama memiliki penduduk sebanyak 3 juta orang.

Majapahit juga melakukan perdagangan dengan bangsa luar. Ini terlihat kebijakan penguasaan langsung pelabuhan di hilir sungai Brantas. Meski ibukota Majapahit terletak jauh di pedalaman, ibukota terhubung langsung dengan pelabuhan tersebut melalui sungai tersebut. Produk-produk utama Jawa adalah bahan pangan (beras), tekstil kasar (atau kapas), dan tenaga kerja (budak).

Selain itu motif ekonomi juga terlihat dalam politik ekspansi yang dilakukannnya. Ekspansi-ekspansi yang dilakukannya dilakukan dalam rangka membentuk jaringan kerajaan vassal untuk memperoleh upeti yang akan menjadi produk perdagangan. Selain itu tujuan lain yang lebih utama dalam ekspansi Majapahit adalah untuk memperoleh kontrol atas pelabuhan-pelabuhan dagang utama di Asia Tenggara (dengan kata lain monopoli).16 Tindak politis yang dilakukan bisa berupa penghancuran pelabuhan atau penaklukan.

Pola kehidupan di majapahit dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.

Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam dharma, yaitu mengajar, belajar, melakukan persajian untuk diri sendiri dan orang lain, membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai kesempurnaan hidup dan bersatu dengan Brahman (Tuhan).

Mereka juga mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa dan agama Buddha, yang disebut sebagai Saiwadharmadhyaksa dan Buddhadarmadyaksa. Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan) dan tempat pemukiman empu (kalagyan); Buddhadyaksamengepalai tempat sembahyang (kuti) dan bihara (wihara); manteri berhajimengepalai para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi). Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji.

Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu mandala,dharma, sima, wihara, dsb. Mandala adalah nama komunitas agama di desa, yang ditempatkan di daerah yang terpencil di bukit yang berhutan, sedangkan Sima adalah daerah yang menjadi milik kaum agama dari berbagai sekte, tidak langsung di bawah kekuasaan pejabat istana manapun.

Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan Singasari-Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami secara meluas yang disebut sebagai wargahaji atau sakaparek. Para bangsawan yang memerintah suatu kawasan permukiman di ruang lingkup kekuasaan kerajaan dapat dikatakan memiliki hubungan dengan keluarga raja terdahulu dan disebut sebagai parawangsya. 

Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan fungsi mereka di dalam masyarakat. Bila seseorang diangkat menjadi bangsawan, maka nama pengangkatan akan diberikan kepadanya. Pemberian nama pribadi dan nama gelar terhadap para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil raja. Hak istimewa yang diterima oleh para bangsawan kerajaan bersumber pada penghasilan dari propinsi mereka dan terutama pada penghasilan wilayah yang menjadi hak mereka sendiri.

Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Mereka bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah dan beternak. Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaumsudra yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana.

Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut sebagai pancama (warna kelima) adalah kaum candala, mleccha, dan tuccha. Candalamerupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki (golongan sudra) dengan wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya, dan waisya), sehingga sang anak mempunyai status yang lebih rendah dari ayahnya. Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan warna kulit, yaitu para pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut agama Hindu.Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat. Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni sesama, mananung, mengamuk, merusak dan memfitnah kehormatan perempuan.

Dari aspek kedudukan kaum wanita dalam masyarakat Majapahit, mereka mempunyai status yang lebih rendah dari para lelaki. Hal ini terlihat pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami mereka saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain mengurusi dapur rumah tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para wanita yang sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas antara kaum pria dan wanita.

Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.

Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana. Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting.

Sebagai kerajaan Produsen Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah yang sangat subur. Dengan daerah subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang dagangan.

Sebagai Kerajaan Perantara Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini :

1. Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus (Trowulan).

2. Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi

Sastra Zaman Majapahit Awal

a. Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca

b. Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular

c. Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular

d. Kitab Kunjarakarna

e. Kitab Parhayajna

Related Posts: